Mari Menulis Lagi (Tidak Ada Kata Terlambat Untuk Memulai)

Setelah sekian lama akhirnya saya mulai menulis lagi disini. Blog ini saya buat di tahun 2017, hampir 6 tahun tapi isinya masih bisa dihitung dengan jari. Padahal kalau boleh dibilang, saya itu  tipikal yang suka nulis setiap harinya. Ehm, tapi kok kosong di sini.

Iya, karena seringnya saya nulis di Facebook alias nulis status tiap harinya.






Blog ini malah sepi, sesekali saya buka. Di draft ada beberapa tulisan yang tidak pernah saya edit dan publish. Awalnya ingin nulis lagi, tapi setelah beberapa  saat saya berhenti dan menjadikan tulisan itu sebagai penghuni draft.

Kenapa?
Karena saya merasa tulisan saya itu ‘tidak’ layak untuk di post di blog. Padahal soal kepantasan nulis di blog pribadi itu tidak ada, tapi kok ya bisanya saya mengangap tulisan itu tidak layak? 

Lha tulisan itu juga tidak  bakal dikirim ke penerbit macam mau jadi kontributor. Pemikiran semacam itu yang merajai otak saya, menjadi semacam aturan yang akhirnya jadi mental block. 



Salah satu quotes kesukaan saya

 

 Awal Mula Bikin Blog

Saya mulai mengenal istilah blog itu ketika masih kuliah, kenal istilahnya saja tapi nggak paham apalagi sampai punya dan aktif nulis. Jaman itu saya suka ke warnet untuk mencari materi tambahan buat skripsi. Istilahnya, sambil menyelam minum susu, saya kadang googling banyak hal dan nyasar ke blog banyak orang.

 

Saya tidak pernah punya pemikiran mau ngeblog atau gimana meskipun saya pribadi suka jurnaling manual alias nulis diary. Sekitar tahun 2009, saya yakin masih jarang orang aktif ngeblog dan mendapat banyak manfaat dari aktivitas ini. Lagian, waktu itu memang dunia digital belum berkembang sepesat saat ini. Jika ada yang ngeblog, maka pasti tidak sebanyak sekarang.

Setelah lulus kuliah dan bekerja, saya jarang ke warnet. Hidup saat itu lebih banyak berkutat pada pekerjaan, sesekali ke toko buku pas liburan dan selebihnya rebahan karena saya dulu tipe yang mengalir seperti air. Sesudah menikah dan punya anak, saya juga tidak banyak melalukan banyak perubahan. Baru di tahun 2012, saya kembali lumayan aktif mengakses dunia digital.
 
Resign kerja dengan alasan mau jadi ibu rumah tangga yang baik dan benar itu nyatanya tidak berlaku sepenuhnya. Dari yang ada 2 sumber kemudian  banting setir ke 1 sumber, itu bukan hal yang mudah. Selain itu, saya juga kadang merasa bosan. Hingga akhirnya suatu hari, kakak saya menawarkan untuk ikutan berjualan online.


***
 
Blackberry di jaman itu sudah sangat keren, saya pun merasa demikian. Bermodalkan Blackberry pinjaman, mulailah saya berjualan oinline dan memanfaatkan sosial media. Banyak hal baru yang saya pelajari, termasuk juga ikutan beberapa kelas online. Ternyata, dari rumah pun kita bisa produktif.

Dari kelas online inilah saya  banyak mendapatkan teman baru dari dunia yang sangat baru juga. Hingga akhirnya, saya menemukan sebuah flyer untuk kelas offline Free Writing. Pucuk dicinta, ulampun tiba. Saya sangat excited untuk ikutan, meskipun sempat kaget karena yang hadir disana kebanyakan adik-adik cantik mahasisa ataupun fresh graduated.
 
Lha saya? Aqila, anak saya waktu itu bahkan sudah ada di kelas B Taman Kanak-Kanak. Akan tetapi, saya nekat dan pede saja waktu itu. Dari sanalah, akhirnya saya mulai mengenal blog secara lebih detail karena mentor di kelas tersebut adalah seorang blogger.


Saya juga pernah menulis antologi.

 


Berhenti Di Tengah Jalan
 
Usai kelas offline, semua tidak lantas berhenti. Ada tugas dari kelas Free Writing, yaitu membuat blog dan membuat tulisan soal kelas tersebut.  Saya sendiri menetapkan akan banyak membahas hal-hal yang berhubungan dengan kebudayaan daerah Tapal Kuda, karena memang masih tinggal di Jember.
 
Saking semangatnya, saya bahkan membeli laptop bekas agar lebih mudah untuk menulis di blog. Rencana kadang tinggal rencana karena apa yang terjadi kadang kita dapatkan tidak sesuai dengan impian atau harapan. Ternyata, tahun 2017 itu tahun saya terakhir di Jember. Saya mengalami banyak hal tidak terduga di akhir tahun  itu dan akhirnya memilih hengkang setelah 13 tahun menetap.
 

Jujur, sebenarnya saya ingin terus menulis tapi takutnya malah curhat mentah-mentah di blog. Makanya, saya putuskan untuk rehat sambil menyusun kembali apa yang sekiranya akan ditulis untuk blog ini. Meninggalkan Jember itu berarti saya akan kehilangan banyak akses jika mau menulis soal kota tersebut. Mau nggak mau, akan lebih baik jika ambil niche yang berbeda.


Selain alasan kepindahan, maka alasan yang cukup utama adalah keseimbangan mental. Tahun 2017, almarhumah ibu meninggal. Saya bahkan tidak sempat melihat beliau untuk terakhir kalinya karena waktu itu kita semua juga tidak menyangka kalau ibu akan secepat itu pergi.
 
Dalam keadaan yang masih belum stabil, saya kembali dijungkir balikkan dengan masalah rumah tangga. Di tahun yang sama, saya merasakan pukulan yang serentak antara ditinggal almarhum ibu dan menghadapi percerain. Paket kombo bukan?
 
Alih-alih menyembuhkan diri, saya menengelamkan diri dalam kesibukan bekerja. Apalagi ketika kembali ke Lamongan, saya lebih banyak di kamar. Kebetulan, waktu itu Aqila masih kecil dan Kung-bapak saya juga butuh didampingi pasca ibu meninggal.
 
 Saya memutuskan untuk menekuni dunia online dan tidak bekerja di luar. Otomatis, dunia saya mengecil dalam konteks pertemanan di dunia nyata. Sebaliknya, di dunia online saya malah mendapat banyak teman baru dan juga dunia yang baru.
 
Lebih Banyak Menulis di Sosial Media
 
Kesibukan saya menjadi salah satu freelancer tim marketing kelas online memaksa saya untuk aktif di social media, utamanya Facebook.  Saat itu memang   belum ada banyak sosial media macam sekarang. Saya yang tadinya menjadikan Facebook sebagai media sosial selayaknya orang lain, perlahan mulai berubah haluan dan menggunakannya sebagai alat untuk menghasilkan nominal.

Berjualan online, apalagi produk digital memang nggak mudah. Makanya, saya belajar dari nol. Termasuk juga belajar membuat copwriting, agar bisa soft selling di Facebook.  Konsepnya, Facebook memang bukan sosial media tapi social networking. Artinya, kita tidak seharusnya memang jualan dengan gaya hard selling.  Banyak cara yang bisa kita gunakan agar orang mau beli produk kita, salah satunya dalah membangun branding.
 
Membangun personal branding itu Pekerjaan Rumah yang berat, apalagi bagi ibu-ibu yang awalnya tidak memilik pemahaman apapun soal jualan online maupun media sosial. Beruntungnya, saya masuk lingkaran kelas online sehingga saya bisa banyak belajar, termasuk bagaimana membangun personal branding di media sosial.



***

Inilah, awal mulanya saya fokus di social media public macam Facebook dan instagram.  Sejujurnya, saya lebih aktif di Facebook bahkan sampai sekarang. Mungkin, karena saya memang lebih suka menulis atau mungkin karena Facebook adalah social media pertama yang saya gunakan untuk cari cuan secara online.

Kebiasaan main di Facebook, maka saya melupakan blog. Soalnya, menulis di blog dan Facebook ataupun social media lainnya itu konsepnya berbeda. Akses social media leat handphone sangat memungkinkan. Beda lagi kalau kita mau ngeblog, hp kurang memadai. Bisa, tapi menulis di hp dengan karakter yang sangat kecil itu mendatangkan kemalsan tersendiri buat saya.
 
Rentang waktu 2017-203, saya sempat beberapa kali menulis dan publish. Meskipun banyak yang nggak dipublish seperti apa yang saya tuliskan di awal tadi. Mungkin karena sudah nyaman di Facebook,  tiap buka blog dan mau menulis; malah terhenti di tengah jalan.
 
Mental blog ini terbentuk karena saya mempunyai anggapan bahwa konten di blog itu cenderung tulisan yang sedikit formal. Sedangkan saya pribadi, lebih banyak menulis di Facebook dengan bahasa yang informal. Itu mungkin sebagian alasan saja karena intinya saya memang malas nulis di blog karena malas baca, riset atau mikir juga. Beda dengan status yang lebih ringan bahasannya, plak!
 
 Malas Memberikan Karmanya
 
Bekerja secara online memang terlihat menyenangkan, sangat santai dan jauh dari masalah. Kenyataannya tidak semudah itu karena bekerja secara online boleh dibilang posisi kita adalah freelancer. Ini nggak akan mudah apalagi semakin kesini semakin banyak orang yang melek dunia digital. Persaingan semkain ketat dan kita harus semakin pintar mencari peluang jika ingin survive.
 
Pasca Covid, ada banyak hal yang terjadi, termasuk beberapa kebijakan di tempat saya bergabung. Makanya, saya mulai memikirkan beberapa hal sehubungan dengan kelangsungan isi rekening. Apalagi, Aqila sekarang sudah naik kelas 6, artinya setahun lagi dia akan masuk Sekolah Menengah Pertama.
 
Pada titik ini, saya merasakan melakukan banyak kesalahan termasuk kenapa tidak menulis di blog. Jelas sudah mau sebanyak apapun kita menulis di Facebook ataupun social media manapun, maka itu tidak bisa jadi portofolio jika kita ingin berkembang di dunia menulis, terutama jika mau jadi copywriter atau conten writer. Beda ketika menulis di blog, tulisan kita bisa dijadikan portofolio.
 
Untuk beberapa pekerjaan, semacam social media marketing atau admin medsos, rekam jejak di Facebook atau Instagram memang masih bisa dimasukkan. Sayangnya, saya juga abai untuk membuat portofolio dan menyimpan sertifikat pelatihan-pelatihan online. Duh, pelajaran paling berharga itu memang kadang lahir dari pengalaman bodoh yang mana kita lakukan sebelumnya.
 
Sekarang, saya seolah fresh graduated yang masih bingung mau mulai dari mana. Padahal, dalam 2 tahun lagi, usia saya akan ada di angka 40 tahun. Banyak hal yang tanpa saya sadari tersia-siakan karena dari awal saya memang tidak pernah goal yang jelas.  Keterlambatan memahami pasIsion juga membuat saya lambat dalam berproses.
 
Kegagalan itu jadi kenyataan jika kita menyerah dan berhenti, selama kita masih mau berusaha maka boleh dibilang kita belum gagal. Terlambat tidak berarti kita tidak punya kesempatan lagi untuk memulai, kita masih punya aktu. Hanya saja, mungkin kita memang tidak secepat yang lainnya.


Mari memulai lagi, entah mau nulis apa nantinya. Mungkin, saya akan menulis hal-hal yang dekat dengan keseharian. Saya percaya, menulis itu menjadi hal yang menyenangkan jika kita menulis apa yang kita sukai dan apa yang ada di dekat kita. Selebihnya, mungkin kita bisa kembali membaca dan menulis hal yang berbeda.
 
Tetap, menulis membutuhkan suatu keberanian dan saya ingin memberanikan diri untuk itu. Bukan hanya sekedar untuk portofolio tapi untuk menuliskan banyak hal yang bus ajadi bermanfaat untuk diri kita dan bisa jadi untuk orang lain.
 
Bismlillah,
Mulai saja dahulu!


Tidak ada komentar:

Posting Komentar