Mengapa Menulis?

Boleh dibilang, sejauh ini saya lebih banyak menjadi membaca daripada menulis. Saya akan lebih lancar bercerita soal apa yang saya baca. Pengalaman menulis saya masih nol, dan jangan harap pembaca yang baik adalah penulis yang baik. Pepatah itu tidak berlaku bagi saya, pembaca adalah penikmat. Cukup baca saja, lalu diendapkan. Sesekali berimajinasi, menjadi tokoh dalam sebuah cerita yang saya baca. Absurd, tapi itulah saya.

Awalnya saya menulis, untuk diri saya sendiri. Sejak lulus Sekolah Dasar saya mulai tinggal jauh dari rumah. Diary adalah teman yang mampu saya percaya sepenuhnya, untuk jadi tempat sampah. Saya memenuhinya, layaknya remaja belasan tahun lainnya. Dan saya melakukan hal tersebut hingga menikah. Saya punya setumpuk diary, sekumpulan puisi namun akhirnya dimakan rayap. Sangat menyedihkan rasanya, saya banyak menulis namun tidak ada gunanya.

Selain menulis diary, saya juga menulis untuk majalah dinding sekolah. Sempat membuat beberapa cerpen, artikel ataupun puisi. Pernah sekali terjaring, menjadi juara harapan saat menulis resensi buku. Bahkan, saya lupa buku apa yang saya resensi waktu itu. Saat menjadi mahasiswa, saya aktif di Pers Mahasiswa. Niatnya ingin bisa menulis, namun sayangnya saya malah dipercaya jadi lay outer saat itu.

Ada satu hal menarik, yang cukup lekat di kepala saya sampai sekarang. Waktu itu, saya diminta menulis tentang suatu hal yang lumayan sensitif. Berkenaan dengan aktivitas seorang dosen di Fakultas, yang memang sudah jadi rahasia umum. Tulisan tersebut, murni saya yang menulis. Meskipun pada awalnya reportase dilakukan bersama beberapa orang teman. Untuk itu, kami menuliskan nama ‘tim redaksi’ di bawah tulisan tersebut.

Ketika terbit, masalah meluap. Salah seorang tim redaksi kami di panggil dan mendapatkan ancaman dari pihak terkait. Saya, yang waktu itu termasuk jajaran penggurus terpaksa menginap di sekret. Dan saya ingat, saya perempuan satu-satunya. Tidak sampai di situ, panggilan ke dekanat juga terjadi. Masa-masa itu membuat sedikit trauma, sedikit. Ketika dilimpahi menjadi lay outer, saya malah jarang menulis. Hanya sesekali menulis puisi, itupun untuk konsumsi pribadi.



Titik Awal

Saya tidak pernah punya inisiatif mengirim tulisan ke media, saya pasif. Tidak ada satupun yang bisa dibanggakan soal menulis. Namun saya tetap membaca, hal itu menjadi suatu kebutuhan yang tidak bisa saya tolak. Hingga akhirnya tahun 2015, saya mengenal copywriting. Kebutuhan saya menulis, hanya sebatas menulis status untuk jualan online. Namun perlahan saya terjebak lagi, di lingkaran yang dihuni banyak penulis.

Letupan-letupan kecil pun mulai muncul, saya tertantang. Mencoba mendekat pada lingkaran tersebut. Entah apa tujuannya, saya hanya ingin menulis. Mungkin sebagai wujud dari imajinasi dan ide yang telah meluber di otak saya. Sekedar ingin tanpa tahu tujuannya. Lalu saya mulai ikut kelas-kelas menulis, dari fiksi dan non fiksi. Masuk komunitas menulis, berjejaring dan beberapa kali ikut antologi.

Saya menulis karena saya suka. Sedikit chessy dan sedikit munafik mungkin. Bagi saya, menulis itu seperti memuntahkan kepenatan. Menulis bisa jadi suatu cara untuk menyampaikan apa yang ada dalam pikiran kita. Menjaga agar tetap waras, tidak tertimbun keriuhan yang tercipta dalam otak. Namun, semakin kesini saya semakin sadar. Bahwa tulisan bukan sekedar cara kita untuk menyampaikan ide. Bisa jadi tulisan adalah cara kita untuk mensosialisasikan cara berpikir kita. Membuat orang lain membaca dan menikmati. Bahkan ada kalanya sesorang itu terinspirasi. Tulisan bisa jadi sebuah media, untuk membuat orang lain merubah cara berpikir mereka.


            Akan menjadi mimpi buruk, jika sebuah tulisan mempengaruhi seseorang untuk berbuat hal yang negatif. Bagi saya itu sangat menakutkan. Saya tidak  banyak berbuat hal yang manfaat, selama hidup saya. Seharusnya, saya tidak malah membuat orang lain berbuat hal yang buruk. Jikalaupun saya menulis, setidaknya saya menulis untuk tujuan yang baik. Terlalu muluk? Mungkin iya. Saya sendiri merasa tidak cukup baik untuk bisa mewujudkan hal itu, tapi apa salahnya mencoba?

            Bismillah, memperbaiki diri itu tidak pernah mengenal kata terlambat. Saya mungkin seorang ibu rumah tangga biasa, tidak bisa menulis banyak hal. Tidak bisa membuat tulisan satire atau sarkas, tidak bisa menulis sesuatu yang berhubungan dengan politik. Namun saya yakin, saya bisa bisa sedikit menulis tentang dunia saya, lalu membaginya dengan yang lain. Dengan tujuan menebar kebaikan, saling memberi manfaat satu sama lain. Mungkin juga untuk investasi akhirat nantinya. Mari menulis, menulis untuk bisa saling memberi manfaat satu sama lain.


Jember berhujan, 15 November 2017
Ditulis untuk tugas sebuah kelas, tapi tidak jadi gegara laptop rusak



            

Tidak ada komentar:

Posting Komentar